Contoh Kerangka Tahapan Alur Cerpen


Kerangka Tahapan Alur Cerpen

1.     Awalan :

·       Paparan
Perayaan ulang tahun secara tiba-tiba oleh keluarku, membuatku merasa bahagia di hari awal liburan semester. Paling tidak dapat memperbaiki liburan semester yang menurutku sangat membosankan. Karena ku yang tak bersahabat dengan cuaca alam, dan memilih diam di rumah dengan novel-novel lamaku.

·       Rangsangan
Seperti biasa, hari liburan semester ku terasa sangat membosankan. Suatu hari, ada teman kuliahku Daniel datang berkunjung ke rumah. Ia membawa informasi penting dalam hidupku. Ia mengatakan berbagai kata aneh yang menyatakan aku adalah saudara kembarnya. Dan itu sungguh tak masuk akal.

2.     Konflik :

·       Tikaian
Aku tak percaya, namun aku juga butuh bukti kuat tentang perkataan Daniel. Ku tanyakan hal ini pada mamaku. Aku tak tahu mengapa, tapi mama tak bisa menjawab itu dengan pasti. Tersirat keraguan bahwa aku bukan anaknya. Dan ternyata itu benar, mama telah membohongiku selama ini. Saat ini, aku benar-benar berada dalam keterpurukan.

·       Klimaks
Aku meminta Daniel untuk mempertemukanku dengan ibu kandungku. Parahnya, ibu kandungku telah meninggal beberapa bulan lalu saat ia mencari keberadaanku. Aku sungguh tak kuat menahan rasa pedih ini. Mengetahui ibu kandungku telah tiada lebih sakit daripada mengetahui bahwa aku telah dibohongi oleh ibu angkatku.




3.     Akhiran :

·       Peleraian
Sejak kejadian itu, aku memutuskan untuk tinggal selamanya bersama saudara kembarku, Daniel. Sudah cukup aku kehilangan ibu kandungku, dan aku tak ingin kehilangan saudara kembarku.

·       Penyelesaian
                  Aku ucapkan terima kasih pada keluarga lamaku. Aku menyayangi mereka layaknya keluarga. Dan kak Deo, aku tak ingin kehilangannya. Biarlah kita terus bersama sampai ajal memisahkan kita





Cerpen

KETIKA TAKDIR BERBICARA

Aku bersembunyi di balik selimut tebalku. Memaksa mata ini untuk terpejam, namun gagal setelah beberapa waktu lalu tidur lelapku direcoki dengan nyanyian tahunan yang menyebalkan. Aku berbaring menghadap ke langit-langit kamar yang dipenuhi dengan lampu-lampu bintang berwarna biru. Aku mengingat saat-saat singkat beberapa waktu lalu.
            Selamat ulang tahun,
            Selamat ulang tahun,
            Selamat ulang tahun Hyena,
            Selamat ulang tahun ke 17 sayang...

“Ayo, ucapkan doamu sayang,” ucap mama yang membawa seloyang black forest ke kamarku. Aku hanya bisa memandanginya dengan tatapan bingung.
            “Cepatlah kau tiup lilin itu, Hyena! Aku sudah tak sabar untuk memakannya,” ucap kak Deo yang mulai geram melihat sikapku yang hanya diam sedari tadi. Aku tersadar, hari ini adalah hari ulang tahunku. Tak kusangka, mereka semua mengingatnya. Wajahku terlihat berseri dengan mulutku yang berkomat-kamit memanjatkan harapan ku untuk tahun ini.
            Waktu berlalu begitu cepat. Meninggalkan kenangan singkat satu minggu lalu. Panasnya matahari di Jakarta membuatku enggan untuk menikmati hari libur semesterku. Seperti biasa, aku memilih untuk berdiam diri di rumah bersama novel-novel lamaku.
            Ting-tong.. Ting-tong.. Ting-tong
            Suara itu terus saja berdering membuat orang yang mendengarkannya akan merasa kesal. “Ya, tunggulah sebentar aku akan datang,” sahutku sambil menghampiri pintu depan rumah.
            “Oh kamu Daniel, masuklah!” ,ia adalah teman kuliahku. Tak biasanya ia main ke rumahku. “Aku akan menyiapkan minuman untukmu, tunggulah sebentar,” kutinggalkan dia yang hanya bisa termenung di ruang tamu rumahku.
            Sampai aku kembali, ia masih tetap termenung. Sedikit heran memang, aku merasa ada yang aneh dengannya. “Ada apa? Apakah ada yang penting? Tak biasanya kau datang ke rumahku, kecuali kalau itu benar-benar ada hal penting yang menyangkut hidupmu,” kusodorkan kepadanya segelas jus jeruk dengan camilan kecil di sampingnya. Tak ada jawaban. Suasana menjadi hening seketika. Ku coba untuk mencairkan suasana dengan sapaan ku padanya. Tetap tak ada jawaban darinya. Tanpa ku sadari, dia terlihat sangat gugup sekarang. Ia membalikkan badannya untuk mengambil sesuatu  di dalam tas kecilnya. Diberikannya kotak kecil dengan pita kecil di atasnya itu kepadaku. Tanpa ku tahu apa isi dari kotak tersebut. “Bukalah, dan kau akan melihat sesuatu di dalamnya,” ucapnya tanpa keraguan sedikitpun.
            Entah mengapa, terbesit rasa takut saat aku membuka kotak itu. Aku merasa akan ada hal besar yang menyangkut hidupku nantinya. Namun kuhilangkan semua perasaan itu, dan ku buka kotak kecil itu dengan perlahan. Kudapati kalung bergambarkan kaki kecil di dalam kotak itu. Kalung yang sama persis dengan kepunyaanku. Aku menatap tajam pada Daniel. Rasa curiga itu tiba-tiba saja menyelimutiku.
            “Kau sudah melihatnya? Bukankah kau juga memiliki kalung yang sama dengan kalung itu?” tanya Daniel yang ku balas dengan tatapan bingung.
            “Aku sudah pasrah dengan jalan hidupku, Hyena. Dulunya aku dilahirkan kembar dengan adik perempuanku. Sayangnya, dikala aku masih belum tahu apa-apa. Maut telah memisahkan kami pada kecelakaan tahun 2006 lalu. Dan kemarin malam aku mendapatkan informasi bahwa saudara kembarku masih hidup di dunia ini. Dan dia memiliki kalung yang sama dengan kalungku, karena itu adalah pemberian ibuku di waktu kami masih bayi. Awalnya aku tak percaya, namun dengan bukti yang ada aku benar-benar tak bisa menyangkal lagi. Dan sekarang yang ku tahu, pemilik kalung yang sama itu adalah..adalah kamu Hyena.”
Tuturan Daniel barusan telah membuatku kehilangan keseimbangan tubuhku. Aku terkulai lemas di sofa ruang tamu dengan air mata yang menetes di pipiku. “Kau bohong padaku? Aku mohon, jangan permainkan aku seperti ini, aku bukanlah saudara kembarmu. Mama Sofi, itulah ibuku. Berhentilah untuk berkata takhayul seperti itu,” ucapku lemas pada Daniel yang terus memberikan tatapan hangatnya padaku.
“Aku tak pernah bohong Hyena, percayalah. Mama Sofi memang ibumu. Tapi dia bukanlah ibu kandungmu melainkan adalah ibu angkatmu. Ia adalah orang yang menemukanmu di saat kecelakaan berlangsung. Semua bukti telah menunjukmu sebagai saudaraku, Hyena. Tanpa kau sadari kita memiliki tanggal kelahiran yang sama di tahun yang sama pula. Dan disaat kau berulang tahun minggu lalu, akupun juga ulang tahun. Dulu, aku pernah heran, namun kurasa itu hanyalah sebuah kebetulan semata. Sekarang, keherananku telah terjawab. Apalagi keberadaan kalung ini yang telah mempersatukan kita kembali. Dan masih banyak bukti-bukti lain yang tak bisa kujelaskan padamu. Bila memang kau tak percaya, kau bisa menanyakan hal ini pada mamamu. Dia tak pernah mengatakannya padamu, karena ia takut akan menyakitimu Hyena. Percayalah padaku,” pinta Daniel padaku.
Tubuh hangatnya tiba-tiba memelukku yang merasakan kesedihan mendalam. Air mata ini terus saja menetes di bahu Daniel yang kugunakan untuk sandaran saat ini. Benar-benar hangat seperti dia adalah benar-benar saudaraku.
Waktu telah berganti malam, kini mama telah berada di rumah setelah penat dengan pekerjaannya di kantor. Ku coba memberanikan diri untuk mendekatnya. Aku memang tak percaya dengan perkataan Daniel tadi siang, namun akan lebih percaya kalau mama sendiri yang akan menjelaskan kebenaran itu padaku. Kukumpulkan semua keberanian ku yang ada, kudekati ia yang sedang menonton tv di ruang keluarga.
“Ma, boleh aku bertanya padamu? Dan berjanjilah kau akan menjawab ini dengan jujur tanpa keraguan, ” pintaku padanya yang membuat ia merasa sedikit bingung. “Ada apa Hye? Apakah terjadi sesuatu? Katakanlah sayang, Mama akan menjawabnya selama ibu bisa,” jawabnya sedikit ragu.
“Apakah kau ibu kandungku?”
“Tentu sayang, mengapa kau bertanya seperti itu. Kau meragukan mama?”
“Apakah aku memiliki saudara kembar bu?”
“Ada apa denganmu nak? Apa maksut dari pertanyaan mu itu?”
“Bagaimana dengan kalung yang kumiliki ini? Apakah ini memiliki arti?”
“Hyena, berhentilah mengajukan pertanyaan-pertanyaan aneh seperti itu!”
Air mata ini menetes lagi tanpa seijinku. Aku merasa telah menemukan kebenaran yang telah tersembunyi sekian lamanya dalam hidupku.
“Mengapa kau tak bisa menjawab semua pertanyaan ku ma? Apa yang selama ini kau sembunyikan dariku?” aku meluapkan kemarahanku.
“Benarkah..benarkah kau bukan ibu kandungku?”
Deggg...Kulihat ibu tiba-tiba terjatuh di hadapanku dengan sekujur tubuhnya yang gemetar.
“Sejak kapan kau mengetahui ini nak?”
“Jadi benar ma? Kau bukan ibu kandungku? Mengapa kau sembunyikan ini semua dariku? Mengapa!”
“Mama hanya tak ingin menyakitimu nak, itu saja. Mama takut kau akan terluka bila mendengar kenyataan pahit ini.”
“Cukup ma..cukup! Baiklah, sekarang aku telah mengerti semuanya. Terima kasih atas curahan kasih sayangmu selama ini. Meski kau bukan ibu kandungku, kau akan tetap menjadi mamaku yang terbaik. Saat ini aku ingin menenangkan diriku. Kumohon, jangan ganggu aku malam ini,” aku pergi meninggalkan mama dengan perasaan yang tak bisa kuungkapkan. Antara sedih, kecewa, dan bahagia karena aku dapat mengetahui ibu kandungku.
Malam ini benar-benar telah membuatku terpukul atas jalan hidupku. Aku merasa rapuh dengan keadaan ku saat ini. Mama Sofi yang selama ini bersamaku bukanlah ibu kandungku. Sedangkan ibu kandungku sendiri berada jauh di sana yang tak pernah sedikitpun kurasakan kasih sayangnya. Takdir ini sungguh membuatku tak bisa berkata apa-apa. Satu pertanyaan ku saat ini. Jika benar ibu kandungku adalah ibu dari Daniel, mengapa bukan ia sendiri yang mengatakan kebenaran itu padaku? Mengapa hanya Daniel yang melakukan itu? Bukankah itu membuktikan bahwa ibu kandungku sendiri tak mengakui kehadiran ku di dunia?
Sinar matahari pagi menyelinap masuk ke kamarku. Memperlihatkan mata sembabku karena tangisan panjang tadi malam. Hari ini kuputuskan untuk bertemu dengan ibu kandungku. Tentunya, dengan meminta bantuan pada Daniel yang tak lain adalah saudara kembarku.
Aku sudah sampai di depan rumahnya. Ku ketok pintu besar itu tanpa keraguan. Karena aku sudah berjanji, akan berupaya tegar dalam menjalani segala masalah yang ada pada hidupku. Termasuk masalah yang kuhadapi saat ini. Tak lama kemudian pintu besar itu terbuka.
“Hyena, aku senang kau datang kemari. Masuklah!” ujarnya sambil masuk menuju ruang tamu.
“Apa yang ingin kau bicarakan Hyena? Apakah soal kemarin, atau apa?”
“Sepertinya kau sudah tahu. Tadi malam, mamaku telah menceritakan kebenaran itu. Dan aku kesini ingin menanyakan keberadaan ibu kita Daniel. Bisakah kau mempertemukanku dengan ibu?”
“Ehh.. kumohon kau jangan syok Hyena. Ibu kita sebenarnya telah meninggal beberapa bulan yang lalu. Saat ia berada di luar kota, entah dari mana ia mendapatkan informasi bahwa anak kembar perempuannya masih hidup di dunia. Ia sangat bahagia, dan memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan mencarimu. Karena tak sabar ingin bertemu denganmu, ia terus melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi di malam hari. Sampai ia tak sadar ada truk besar yang akan menabrak mobilnya. Ibu berusaha menghindar, namun naasnya ia jatuh ke jurang yang sangat dalam. Dan saat sudah ditemukan, ibu tinggallah jasad yang sudah tak berbentuk. Sebenarnya aku sudah akan mengatakan ini kepadamu. Namun karena kau tak berhenti menangis, aku mengurungkan niat itu dan memilih waktu yang tepat untuk menyampaikannya padamu. Maafkan aku Hyena, aku tak bisa menjaga ibu kita dengan baik,” ujar Daniel.
Seketika itulah, tiba-tiba mataku terpejam. Tubuhku terjatuh di tangkapan Daniel. Samar-samar ku lihat ia membawa ku ke dalam kamarnya. Dan saat kubuka mata, ia sudah berada di hadapanku dengan tampang cemasnya. Meneteslah air mata itu di pipiku. Aku memeluk Daniel, rasanya memang benar-benar hangat, sedikit banyak dapat mengurangi kesedihanku. Mugkin, aku tak akan pernah bisa mendapatkan pelukan itu dari ibu kandungku. Tapi paling tidak aku bisa mendapatkannya dari saudara kembarku.
Siang ini kuputuskan untuk tinggal selamanya bersama Daniel. Aku bukanlah orang yang tak tau balas budi. Setiap harinya, aku pasti akan menyempatkan waktu ku untuk mampir ke rumah mama Sofi. Di situlah aku mendapatkan semangat hidupku kembali. Aku bangkit dari keterpurukanku. Dan menjalani hidup ini layaknya Hyena yang selalu ceria seperti dulu. Karena aku tak ingin jati diriku hilang begitu saja. Terhanyut dalam luapan tangisan yang mendera.
Terima kasih ma, kak Deo, kau pernah menjadi bagian dalam hidupku. Aku menyayangimu layaknya keluargaku. Dan Daniel, jangan pernah pergi dari hidupku. Cukup ibu dan kenangan pahit itu yang akan membawamu selalu bersamaku. Karena bila takdir sudah berbicara, tak ada yang bisa kulakukan dalam hidupku. Aku sangat menyayangimu Daniel. Tetaplah bersamaku sampai ajal datang menjemput kita berdua.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer